"Bismillahirrahmanirrahim"

"Bismillahirrahmanirrahim"

Laki-Laki Adalah Pemimpin

Allah SWT berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34)

Dalam tatanan kehidupan dan bermasyarakat dituntut ada seorang penanggung jawab atas kelompoknya, yaitu seorang pemimpin yang mengatur dan mengurusi kepentingan golongannya. Demikian juga halnya keluarga, sebagai kelompok terkecil dalam masyarakat tidak dapat dikecualikan dari pola tatanan kehidupan ini. Syariat Islam telah menunjuk kepemimpinan kepada laki-laki karena berbagai pertimbangan bahwa di dalam diri laki-laki terdapat kemampuan untuk menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.

Shalat merupakan miniatur kepemimpinan berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Di dalamnya ada pendidikan politik yang praktis, realistis, dan berdemokratis. Dalam shalat, makmum adalah penjelmaan dari rakyat, sedangkan imam adalah penjelmaan daripada pemimpin (Presiden). Apabila makmumnya terdiri dari laki-laki, maka wanita tidak boleh menjadi imam jamaah, kecuali seluruh makmumnya adalah wanita. Kalau dalam keluarga, wanita tidak diberikan hak untuk memimpin, apalagi sebuah negara yang terdiri dari ribuan atau bahkan jutaan keluarga. Masalahnya tentu lebih komplek, integral, dan global dimana tidak hanya butuh keberanian, kecerdasan, kejujuran, tapi juga fisik yang prima. Tentunya, fisik yang dimiliki laki-laki lebih baik dari wanita, dengan demikian pria lebih pantas untuk memimpin daripada wanita.

Dalam berbagai studi ilmiah dewasa ini, ditegaskan bahwa laki-laki mempunyai keunggulan atas wanita dalam berbagai aspek kehidupan, baik secara psikologis maupun sosiologis sehingga laki-laki itu mampu menjadi pemimpin. Berbagai pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

Kesempurnaan fisik: Kita ketahui bahwa wanita dalam bentuk kejadiannya sudah dipersiapkan untuk menjalani tugas rutin, misalnya haid, mengandung, melahirkan, nifas, menyusui, dan tugas-tugas lainnya seperti berjaga malam mengurus bayi, letih di siang hari karena melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Adapun laki-laki, karena bentuk kejadiannya yang lain, tidak memikul tugas-tugas seperti itu.

Kesempurnaan akal: Dapat kita lihat dengan jelas, tugas-tugas rutin wanita seperti tersebut di atas, tidak dapat menciptakan kondisi tubuh yang sehat. Demikian pula, kejernihan berpikir dan berkonsentrasi dengan menggunakan pikiran dan penalaran tidak dapat dilaksanakan wanita, khususnya pada saat sedang menstruasi, hamil, dan sebagainya, sehingga kondisi seperti itu menyebabkan wanita sangat sensitif, mudah lelah dan emosional. Sebaliknya, laki-laki lebih jernih pikirannya daripada wanita pada umumnya, sehingga dengan alasan itu, laki-laki lebih mampu menghadapi berbagai kesulitan hidup dan berupaya untuk menanggulanginya, membela dan melindungi keluarganya, serta menjamin kedamaian dan kesejahteraan keluarganya.

Kesempurnaan agama: Wanita tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya secara sempurna. Wanita tidak melaksanakan shalat dan puasa ketika sedang haid atau nifas. Ditambah lagi dengan beberapa dispensasi atau keringanan bagi wanita yaitu tidak diwajibkan berjihad membela bangsanya. Berbeda dengan laki-laki, mereka tidak memiliki dispensasi keagamaan sehingga memikul kewajiban agama secara lengkap.

Kesempurnaan memberi nafkah: Karena menekuni kewajibannya mendidik dan mengasuh anak serta kelelahan fisik, wanita tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah dan mencari nafkah dengan kemampuan yang menyamai kemampuan laki-laki, terutama pekerjaan-pekerjaan yang memang memerlukan keterampilan dan keahlian khusus yang hanya dimiliki oleh kaum laki-laki. Adapun laki-laki, memang dialah yang berkewajiban untuk memberi nafkah keluarganya, dan memenuhi segala kebutuhan rumah tangganya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Mari kita lihat kembali lembaran sejarah orang-orang saleh terdahulu yang pernah memimpin kaum muslimin. Mereka semua terdiri dari laki-laki sejak khalifah pertama sampai jatuhnya khalifah Utsmaniah di Turki pada tahun 1924. Mereka adalah orang-orang yang teguh memegang sunnah Nabi saw yang melarang pimpinan (kepala negara) ditangan wanita. Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan beruntung selama-lamanya bagi suatu kaum, jika pemimpin mereka adalah wanita.” (HR. Bukhari dari Abu Bakar ra.) 

Maksud hadis di atas adalah kekuasaan atau kepemimpinan secara umum terhadap umat manusia. Adapun kepemimpian atas sebagian masalah, tidak ada halangan bagi kaum wanita untuk mengembannya, seperti otoritas dalam berfatwa, berijtihad, pengajar, hakim dan sebagainya. Dalam masalah-masalah ini, otoritas dan kepemimpinan wanita diakui secara konsensus dan telah dijalankan oleh kaum wanita dalam berbagai periode zaman. Para fukaha salaf membolehkan kesaksian kaum wanita dalam masalah hudud dan qishas. Bahkan, Imam Abu Hanifah membolehkan kaum wanita menduduki jabatan hakim untuk mengadili perkara yang mereka sendiri boleh menjadi saksi padanya.

Sistem kepemimpinan Islam memberikan jaminan kepada perempuan untuk mendapatkan keamanan dan kedamaian juga kesempatan untuk menikmati kekuasaan dalam kerajaan rumah tangganya. Perempuan juga berhak mendapatkan segala sarana yang menunjang keberhasilan tugasnya. Demikianlah ditegaskan dalam syariat Islam sejak 14 abad yang lalu.


Bagikan ke

0 Response to "Laki-Laki Adalah Pemimpin"

Post a Comment

About Me

My photo
Melak, Kalimantan Timur, Indonesia
Assalamu'alaikum wr. wb. Saya berharap kehadiran blog ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin demi tegaknya Islam di muka bumi. Amin...

Follow Me on